Kamis, 09 Februari 2012

karakteristik hukum islam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam merupakan agama yang diturunkan Allah SWT sebagai aqidah dan syariat terakhir bagi manusia, yang didalam nya telah dijadikan syariat lengkap, utuh dan koprehensif. Sehingga syariat yang tidak  lekang oleh waktu dan zaman serta  segala macam perubahan  ini patut menjadi pegangan hidup dan undang- undang serta rujukan hukum manusia dimanapun dan kapan pun berada. Sebab di dalam syariat ini diciptakan dengan sangat sistematis dan fleksibel bagi seluruh kalangan manusia oleh Allah sehingga sesuai dengan kepentingan manusia dan realitas yang di hadapi. Dalam ajaran Islam, hukum adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari iman dan agama. Secara sederhana hukum merupakan peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.
Hukum Islam merupakan sebuah hukum dimana dasar dan kerangkanya ditetapkan oleh Allah. Hukum Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya karena manusia manusia yang hidup dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan seperti hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirhnya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Di dalam hukum Islam terdapat asas-asas atau prinsip-prinsip hukum Islam. Jika dikaitkan dengan hukum asas merupakan kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuhan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakkan dan pelaksanaan hukum. Asas hukum Islam berasal dari sumber hukum Islam terutama al-qur’an dan al-hadits yang dikembangkan oleh akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Asas-asas hukum Islam meliputi meniadakan kesukaran, menyedikitkan pembebanan, berangsur-angsur dalam pensyariatan, sejalan dengan kemaslahatan umat dan menghendaki adanya realisasi keadilan.
Dalam makalah ini akan mencoba untuk memaparkan dan menjelaskan tentang asas-asas hukum Islam agar dapat di ambil dan dipelajari sehingga harapan dari kami ini dapat menjadi suatu pembelajaran dan suatu kajian bagi seluruh umat muslim dan  khususnya bagi kami penulis.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang digunakan dalam sejarah pembentukan dan perkembangan fiqh Islam adalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian hukum Islam?
2.    Apa pengertian asas-asas hukum Islam?
3.    Apa saja asas-asas atau prinsip-prinsip yang ada pada hukum Islam?
1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah seebagai  berikut :
1.    Mengetahui apa makna hukum Islam.
2.    Mengetahui makna asas-asas atau prinsip hukum Islam.
3.    Mengetahui macam-macam asas atau prinsip hukum Islam.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tentang Hukum Islam
Dalam beberapa tulisan, bahkan dalam daftar mata kuliah di beberapa Fakultas Hukum Islam di Indonesia, Asas-asas Hukum Islam ini masih dinamakan Hukum Islam 1. Sebab Utamanya ialah karena dahulu mata kuliah Hukum Islam itu terbagi atas 2 bagian, yaitu:
1.    Hukum Islam I
2.    Hukum Islam II
Hukum Islam II ini semula terbagi pula dalam beberapa bagian, pertama Hukum Perkawinan dan kedua Hukum Kewarisan, tetapi kemudian di Fakultas Hukum Universitas Indonesia mulai tahun 1983/1984 dalam kurikulumnya dirombaj dan diperluas menjadi 4, yaitu
1.    Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Islam
2.    Hukum Kewarisan Islam
3.    Hukum Acara Perdata Peradilan Agama
4.    Zakat dan Wakaf
Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, Asaasun, artinya dasar atau fondamen, fondasi, bilamana dihubungkan dengan cara berpikir, yang dimaksud dengan asas ialah Landasan yang sangat mendasar.
Oleh karena itu menurut H.M.Daud Ali di dalam bahasa Indonesia asas itu mempunyai arti;
1.      Dasar, alas, fondamen. Asas dalam pengertian ini dapat dilihat misalnya pada kata-kata : Batu ini baik benar untuk fondamen rumah kita.
2.      Kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau pendap`t. Makna ini terdapat misalnya dalam ungkapan : Pernyataan itu bertentangan dengan asas-asas Hukum Pidana.
3.      Cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau Negara. Hal ini terlihat dalam kalimat : Dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
Dalam mempelajari hukum Islam, orang tidak bisa melepaskan diri dari mempelajari sepintas lalu agama Islam, karena hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW merupakan bagian dari agama Islam, dalam arti luas (yang akan dijelaskan kelak dalam membecirakan sumber-sumber hukum Islam).
Agama Islam adalah agama penutup dari semua agama-agama yang diturunkan berdasarkan wahyu Ilahi (Al-Qur’an) kepada Nabi Muhammad saw. Melalui malaikat jibril, untuk diajarkan kepada seluruh umat manusia sebagai pedoman hidup lahir batin dari dunia sampai dengan akhirat, sebagai agama yang sempurna, sebagaimana firman Allah swt dalal Al-Qur’anulkarim surah Al-Maidah ayat 3 :
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمْ اْلاِسْلاَمَ دِيْناً
Artinya:
Pada hari ini telah Aku sempurnakan, lengkapkan bagi kamu agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmatKu atasmu, dan telah Aku ridhoi Islam selaku agama untuk kamu (QS. Al-Maidah :3)
2. 2 Istilah dan Pengertian Hukum Islam
Islam sebagai kata benda berasal dari bahasa arab jenis masdar, yaitu berasal dari kata kerja (fi’il). Kata kerja asal itu dapat dan terdiri dari kata kerja:
1.      Aslama (Aslamatu)
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 20 :
فقل اسلمت وجهي لله
Artinya:
Maka katakanlah hai Muhammad bahwa aku berserah diri kepada Allah.
Hal ini berarti bahwa manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah) merasa kerdil dan harus bersikap mengakui kelemahannya dan mengakui kekuasaan Allah swt, kemampuan (potensi), akal dan budi manusia yang berwujud ilmu pengetahuan kebudayaan dan sebagainya itu dibandingkan dengan kemampuan dan kekuasaan Allah, maka kemampuan manusia itu amat kerdil dan terbatas sekali, ilmu pengetahuan manusia misalnya hanyalah terbatas menganalisis, menyusun kembali dari bahan-bahan alamiah yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetapi tidak menciptakan dalam arti mengadakan dari tidak ada menjadi ada (invention).

2.      Salima
Berasal dari Hadis Sahih Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim larangan dan petunjuk-petunjuk untuk kemaslahatan umat baik untuk kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.
Salima sebagai kata kerja transitif (memerlukan objek) sehingga artinya : menyelamatkan, menentramkan orang lain baik dari dan oleh kata-katanya (lisan) maupun dari dan oleh perbuatannya.

3.      Salama
Yang sebagai kata bendanya (masdar) adalah salaam berarti menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan ; yang diselamatkan disini ialah diri sendiri atau batin manusia (bertolak belakang dari kata kerja transitif, disini kata kerja intransitif tidak mempunyai objek ke luar, tetapi kedalam) ialah batin manusia sendiri. Dengan arti kata lain, Islam itu harus dapat menimbulkan perasaan aman dan damai (kedamaian batinnya sendiri).


2.3  Prinsip - Prinsip Hukum Islam
2.3.1  Meniadakan Kesukaran (عدم الحرج)
Tabi’at manusia tidak menyukai beban yang membatasi kemerdekaannya dan manusia senantiasa memperhatikan beban hukum dengan sangat hati-hati. Manusia tidak bergerak mengikuti perintah terkecuali kalau perintah-perintah itu dapat menawan hatinya, mempunyai daya dinamika, kecuali perintah yang dikerjakan dengan keterpaksaan. Syari’at Islam dapat menarik manusia dengan amat cepat dan mereka dapat menerimanya dangan penuh ketetapan hati. Hal ini adalah karena Islam menghadapkan pembicaraannya kepada akal, dan mendesak manusia bergerak dan berusaha serta memenuhi kehendak fitrah yang sejahtera. Hukum Islam menuju kepada toleransi, persamaan, kemerdekaan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.
         Nabi menerangkan dalam sabdanya:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh memadaratkan orang dan tidak boleh dimadaratkan orang.  (HR. al-Thabrani)
الدِّيْنُ يُسْرٌ
         Agama itu mudah.  (HR. Bukhari dan Nasai)
يَسِّرُوْا وَلاَتُعَسِّرُوْا
         Mudahkanlah dan jangan kamu menyukarkan.
Hukum Islam senantiasa memberikan kemudahan dan menjauhi kesulitan, semua hukumnya dapat dilaksanakan oleh umat manusia. Karena itu dalam hukum Islam dikenal istilah rukhsah (peringanan hukum). Contohnya dari rukhshah adalah kebolehan berbuka bagi musafir yang sedang tidak kuat berpuasa. Dalam hukum Islam juga dikenal istilah dharurah (hukum yang berlaku pada saat keterpaksaan). Contohnya dharurah adalah kebolehan memakan makanan yang diharamkan apabila terpaksa. Penetapan ini berlandaskan kaidah fiqh:
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
         Keadaan terpaksa menjadikan apa yang semula terlarang dibolehkan.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kewajiban bagi manusia tidak pernah bersifat memberatkan adalah sebagai berikut:
لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهاَ
         Allah tidak memberati manusia, melainkan sekedar kuasanya.
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَيُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
         Allah menghendaki keringanan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.
مَا يُرِيْدُ اللهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَخِ
         Allah tidak menghendaki untuk menjadikan sesuatu kesempitan bagimu.

2.3.2  Menyedikitkan pembebanan
يآايُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْالاَتَسئَلُواعَنْ أَشْيىآءِإِنْ تُبْدَلَكُمْءتَسُؤْكُمْ ...
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu), hal-hal yang jika diterangkan kepadamu , niscaya menyusahkan kamu. (QS.Al-Ma’idah/5:101)
Ayat ini mengharuskan para sahabat menyedikitkan pertanyaan mengenai masalah-masalah yang belum diterangkan hukumnya, agar masalah-masalah itu apabila timbul nanti dapat dihasilkan hukumnya dari kaidah –kaidah umum sesuai dengan perkembanagan masyarakat.
Ini semua menunjukkan bahwa Islam mengajarakan umatnya agar bersifat realistik. Ketika Nabi ditanya apakah kewajiban haji itu tiap tahun, Nabi SAW menjawab : kalau pertanyaan itu saya jawab “ya”, maka akan menjadi kewajiban bagiku; (karena itu), biarkan saja selama aku meninggalkanmu; sungguh telah rusak beberapa (kaum) yang sebelum  kamu ini karena  karena (terlalu) membanyakkan pertanyaan dan perselisihan mengenai Nabi-nabi mereka.
Allah SWT berfirman :
يُرِيْدُاللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَوَلاَيُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS Al Baqarah/2:185)
2.3.3  Berangsur-angsur dalam pensyari’aan
Ketika Islam datang, Bangsa Arab mempunyai tradisi dan kesenangan yang sukar dihilangkan dalam sekejap. Apabila dihilangkan sekaligus, akan menyebabkan timbulnya konflik, kesulitan dan ketegangan batin. Dengan mengingat factor tradisi dan ketidaksenangan manusia untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain yang asing sama sekali bagi mereka, Al-Qur’an diturunkan berangsur-angsur, surat demi surat dan ayat demi ayat sesuai dengan peristiwa, kondisi, dan situasi yang terjadi. Dengan demikian hukum yang diturunkannya lebih disenangi dan lebih mendorong kearah mentaatinya. Terdapat tiga periode tasyri’ Al-Qur’an, adalah sebagai berikut :
Pertama, mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya. Kedua, menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Ketiga, menetapkan hukum tegas. Sebagai contoh, tentang perjudian dan minuman keras. Karena perjudian dan minuman keras telah berurat dan berakar dalam tradisi Arab, bahkan menjadi kebanggaan sehingga diungkapkan dalam sya’ir-sya’irnya, maka Islam menghapusnya dengan sangat hati-hati. Hukum Islam mengharamkan minuman keras dengan berangsur-angsur. Mula-mula diturunkan firman Allah yang berbunyi :

يَسْئَلُوْنَكَ عَنِ اْلخَمْرِوَالْمَيْسِرِقُلْ فِيْهِماَإِثْمٌ كَبِيْرٌوَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَاأَكْبَرُمِنْ نَفْعِهِماَ
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. (Al-Baqarah/2:219)

Ayat ini belum memberikan suatu larangan yang tegas bagi peminum khamr, tetapi baru memberitakannya tentang untung dan ruginya. Setelah mereka dapat mempertimbangkan untung ruginya, maka turun lagi firman Allah yang berbunyi :

يآاَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْالاَتَقْرَبُوْاالصَلاَةَوَأَنْتُم سُكاَرَى حَتَّى تَعْلَمُوْامَاتَقُوْلُوْنَااااااااالبق

Artinya : hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan sedang mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. (An-Nisa’/4:45)

Baru setelah turun kedua ayat tersebut Allah menurunkan ayat yang dengan tegas mengharmakan minuman keras. Allah berfirman :

يآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاإِنَّمَاالْخَمْرُوَالْمَيْسِرُوَالأَنْصَابُ وَالَأَزْلَمُ رِجْزٌمِنْ عَمَلِ الشَّيْطاَنِ فاَجْتَنِبُوْه لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Mka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah /5:150)

2.3.4  Sejalan dengan kemaslahatan umat
Hukum Islam sangat menekankan kemanusiaan. Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangan. Lantaran inilah ada hukum-hukum yang telah ditetapkan dimansuhkan kembali demi kemaslahatan manusia yang terus berkembang.
           
            Ibn Qayyim berkata :
إِنَّ الشَّريْعَةَ مَبْنَاهَاوَأَسَاسُهَاعَلَى الْحُكْمِ وَمَصَالِحِ اْلعِبَا دِفِى اْلمَعَاشِ وَاْلمِعاَدِ

“Sesunnguhnya syari’at itu fondasi dan asas-asasnya ialah hikmah dan kemaslahatan hamba, baik dalam kehidupan akhirat
Seluruh hukum yang terdapat dalam al-Quran diperuntukkan demi kepentingan dan perbaikan kehidupan umat, baik mengenai jiwa, akal, keturunan, agama, maupun pengelolaan harta benda, sehingga penerapan hukumnya al-Quran senantiasa memperhitungkan lima kemaslahatan, di situlah terdapat syariat Islam. Lima kemaslahatan tersebut diantaranya :
a.       Memlihara kemaslahatan agama
b.      Memelihara jiwa
c.       Memelihara akal
d.      Memelihara keturunan
e.       Memelihara harta benda dan kehormatan
Al Qur’an sebagai sumber tasyri’ utama tidak menjelaskan hukum secara terperinci, terkecuali beberapa hukum tertentu. Hukum-hukum mu’amalat, baik mengenai urusan maliyah, maupun mengenai urusan jinayah dan hukum-hukum yang berpautan dengan peradilan, hubungan antara Negara, hubungan dengan Negara-negara bukan Islam, baik dalam masa damai, maupun dalam masa perang, syara’ hanya mengamukakan hukum-hukum secara umum, agar penguasa dapat menetapkan aturan sesuai dengan perkembangan masa dan keadaan di dalam batas dasar-dasar yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan tidak bertentangan dengan dasar-dasar itu.

2.3.5  Menghendaki Adanya Realisasi Keadilan (Tahqiqul ‘Adalah)
Menurut syari’at Islam, semua orang sama. Tidak ada kelebihan seorang manusia dari yang lain di hadapan hukum. Penguasa tidak terlindung oleh kekuasaannya ketika ia berbuat kedzaliman. Orang kaya dan orang berpangkat tidak terlindung oleh harta dan pangkat ketika yang bersangkutan berhadapan dengan pengadilan. Dalam khutbagh haji wada’ yang pengikutnya hampir seluruhnya orang berkebangsaan arab Rosul bersabda: “Tidak ada perbedaan antara orang Arab dengan orang ‘Ajam”. Firman Allah menyatakan:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtBÌôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah: 8).
* $pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. tûüÏBº§qs% ÅÝó¡É)ø9$$Î/ uä!#ypkà­ ¬! öqs9ur #n?tã öNä3Å¡àÿRr& Írr& ÈûøïyÏ9ºuqø9$# tûüÎ/tø%F{$#ur 4 bÎ) ïÆä3tƒ $ÏYxî ÷rr& #ZŽÉ)sù ª!$$sù 4n<÷rr& $yJÍkÍ5 ( Ÿxsù (#qãèÎ7­Fs? #uqolù;$# br& (#qä9Ï÷ès? 4 bÎ)ur (#ÿ¼âqù=s? ÷rr& (#qàÊÌ÷èè? ¨bÎ*sù ©!$# tb%x. $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #ZŽÎ6yz ÇÊÌÎÈ  
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia (orang yang tergugat atau yang terdakwa) Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (QS. An-Nisa’: 135)
Pada suatu ketika, orang-orang Quraisyi disibukkan oleh peristiwa seorang wanita yang hendak dijalankan hukuman potong tangan atanya lantaran mencuri. Orang Quraisy berkehendak untuk membebaskan hukuman bagi wanita tersebut. Mereka menyampaikan maksud tersebut melalui pemuda kesaayangan Rosul, yaitu Usamah bin Zaid. Ketika mendengar pengaduan Usamah, Nabi SAW menjadi marah dan bersabda:
يَا اُسَامَةَ لَا اَرَاكَ تَشْفَعُ فِيْ حَدٍّ مِنْ حُدُوْدِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ, اِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ مِنْ قَبْلِكُمْ بِأَنَّهُ إِذَا سَرِقَ فِيْهِمْ اِلشَّرِفُ تَرَكُوْهُ وَإِذَا سَرِقَ فِيْهِمْ اَلضَّعِيْفُ فَعَلُوْهَ, وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ كَانَتْ فَاطِمَةُ بِنْتِ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Apakah engkau memberi syafaat (dispensesi) terhadap seseorang dalam menjalankan suatu had dari had-had Allah?sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kamu lantaran mereka jika mencuri di antara mereka orang yang berpangkat, mereka biarkan ( tidak dihukum), dan jika yang mencuri itu orang rendah mereka laksanakan had itu. Demi Allah, andaikata Fatimah Puteri Muhammad mencuri, pastilah Muhammad memotong tangannya.
Kaidah-kaidah umum yang harus diperhaitkan dalam menerapkan hukum adalah:
1.      Mewujudkan keadilan.
Kebanyakan filosof  menganggap bahwa keadilan  merupakan tujuan tertinggi dari penerapan hukum. Hukum tanpa keadilan dan moralitas bukanlah hukum dan tidak bisa tahan lama. Sistem hukum yang tidak punya akar substansial pada keadilan dan moralitas akhirnya akan terpental.
2.      Mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
3.      Menetapkan hukum yang berpadanan dengan keadaan darurat. Apa yang tidak dibolehkan dalam keadaan normal dan apa yang dibolehkan dalam keadaan darurat.
4.      Pembalasan harus sesuai dengan dosa yang dilakukan.
5.      Tiap-tiap manusia memikul dosanya masing-masing.
Disamping orientasi keadilan, hukum Islam juga berorientasi pada moralitas. Nabi SAW bersabda:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْاَخْلَاقْ
Tidaklah aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak.
Asas mempunyai beberapa pengertian. Salah satu diantaranya adalah kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Selain itu, juga berarti alas atua landasan. Alas kata berarti bukti untuk menguatkan suatu keterangan. Oleh karena itu, bila kita “asas” dihubungkan dengan kata “hukum” sehingga menjadi asas hukum berarti yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan dalam mengemukakan suatu argumentasi, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. Hal ini berfungsi sebagai rujukan untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan dengan hukum.



BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Islam merupakan agama sekaligus mabda’ (prinsip ideologis) yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Dan Islam menganggap semua orang itu sama di hadapan Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaan masing-masing individu.
Al-Quran merupakan*sumber petunjuk yang paling lengkap di seluruh muka buka ini yang mengatur semua aspek kehidupan. Di setiap kehidupan diberi-Nya “Manual Intruction”. Al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hukum-hukum yang diberikan Allah kepada umat Islam tetapi juga melengkapinya dengan petunjuk-petunjuk yang sangat jelas.



DAFTAR PUSTAKA
Djamil, fathurrahman H. 1997. Filsafat Hukum Islam. Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Ramulyo, mohd. Idris. 1995. Asas-asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika
Hasbi Ash-Shiddiqy, Muhammad. 2001. Falsafah Hukum Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Ali, Zainuddin.2007.Hukum Pidana Islam.Jakarta: Sinar Grafika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar