Kamis, 09 Februari 2012

karakteristik hukum islam

MAKALAH STUDI FIQIH

KARATERISTIK HUKUM ISLAM


Dosen Pengampu : Teguh Setiabudi, M.H.



JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM  NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Islam merupakan agama yang merahmati semua umat. Namun akhir-akhir ini Islam sering dikaitkan dengan terorisme yang membawa kecemasan bagi masyarakat dunia dan fanatisme berlebih yang anti toleransi dengan pemeluk agama lain bahkan dengan perbedaan di kalangan umat islam.  Muncul banyak gerakan-gerakan yang mengatasnamakan islam namun bersikap anarkis . Tentunya sebagai manusia yang mendambakan perdamaian dan kenyamanan tidak setuju dengan hal-hal tersebut.
Berdasarkan prinsipnya hukum Islam sejalan dengan kemashlahatan umat. Hukum islam memiliki karateristik yang harus dipahami agar penerapannya tetap sesuai dengan prinsip-prinsipnya. Pada makalah ini akan dibahas tentang karateristik hukum islam.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana karateristik hukum Islam menurut Hasbi As-Shidiqy ?
2.      Bagaimana karateristik hukum Islam menurut Minardi Mursyid ?
3.      Bagaimana karateristik hukum Islam menurut beberapa tokoh ?

1.3  Tujuan
1.      Memahami karateristik hukum Islam menurut Hasbi As-Shidiqy.
2.      Memahami karateristik hukum Islam menurut Minardi Mursyid.
3.      Memahami karateristik hukum Islam menurut beberapa tokoh.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Karateristik Hukum Islam Menurut Hasbi As-Shidiqy
Hukum Islam adalah hukum yang berkarakter dan mempunyai ciri-ciri khas. Hukum Islam mempunyai tiga karakter yang merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak dapat berubah. Karakteristik dan ciri-ciri khas yang tiga itu ialah:
a.       Takamul, sempurna buat dan tuntas.
b.      Wasathiyah, imbang, harmonis.
c.       Harakah, dinamis (bergerak dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman).
Berikut adalah penjelasan dari masing-masing karakteristik.
a.      Takamul (Utuh)
Hukum Islam membentuk umat dalam suatu kesatuan yang bulat walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan berlainan suku. Di dalam menghadapi asas-asas yang umum, mereka bersatu padu, walaupun dalam segi-segi kebudayaan mereka berbeda-beda. Meskipun masa berganti masa, hukum Islam tetap memiliki karakter yang utuh, harmonis, dan dinamis.
Hukum Islam bersifat syumul, dapat melayani golongan yang tetap bertahan pada apa yang usang dan dapat melayani golongan yang menginginkan pembaharuan-pembaharuan, dapat melayani ahli naqal maupun ahli ‘aql, dapat melayani ahlul kitab was sunnah, dan mampu berasimilasi dengan segala bentuk masyarakat serta tingkat kecerdasannya. Teori syumul berwujud dalam kemampuannya menampung segala perkembangan dan segala kecenderungan serta dapat berjalan seiring dengan perkembangan-perkembangan dan menuangkan dalam suatu acuan.
Manusia tersusun dari ruh, fikir, dan hati. Sedangkan Islam mempunyai asas mengawinkan antara ruhil (kejiwaan) dengan maddi (kebendaan), tidak mempertentangkan antara keduanya. Karenanya hukum Islam meliputi segala bidang kehidupan manusia, bidang ibadat, mu’amalat, politik, dll. Hukum Islam bersifat mencakup, bulat dan tuntas, tidak bersuku-suku, tidak terpisah sebagiannya dari sebagian yang lain.
b.      Wasathiyyah (Harmoni)
Hukum Islam menempuh jalan tengah, jalan yang seimbang antara kepentingan jiwa dan raga. Menyelaraskan seluruh aspek kehidupan seperti dalam ayat-ayat berikut :
Surat An Nisa ayat 129:
فَلًا تَمِيْلُوْا كُلَّ اْلمَيْلِ فَتًذًرُوْهَا كاَلْمُعَلَّقًةِوَإِنْ تُصْلِحُوْا وَ تَتَّقُوْا فَإِ نَّ اللهَ...
كَا نَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
“Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Surat Al Isro’ ayat 29
وَلًا تَجْعَلْ يَدَ كَ مَغْلُوْ لَةً إِلىٰ عُنٌقِكَ وَلًا تَبْسُطْهَا كُلَّ اْلبَسْطِ فَتَقْعِدَ مَلُوْمًا مَّحْسُوْرًا
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya*karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
* Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
Keimbangan hukum Islam nampak terlihat dan tergambar antara lama dan baru, antara Barat dan Timur, antar masa dahulu dengan masa kini. Pohonnya kokoh teguh, tidak goncang dan berubah, tetapai cabang dan ranting senantiasa berkembang. Hukum Islam tidak beku dan cair, terletak antara keduanya. Hukum Islam terletak antara pikiran-pikiran manusia yang cenderung kepada kebendaan dengan pikiran-pikiran yang cenderung kepada kejiwaan. Hukum Islam tidak bersifat kapitalistis, tidak terlallu mementingkan individu, sebagaimana tidak terlalu mementingkan rohaniyah. Oleh karenanya, kebudayaan dan kesenian dalam Islam tidak boleh menyalahi agama dan norma akhlaq, karena tabiat syumul dan takamul tidak membolehkan adanya pertentangan-pertentangan antara yang satu dengan yang lain.



c.     Harakah (Dinamis)
Dari segi harakah, hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, dapat membentakdiri sesuai dengan perkembangan dan kemajuan.
Hukum Islam terpancar dari sumber yang luas dan dalam, yang memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang positif yang dapat dipergunakan untuk segenap masa dan tempat.
Teori takamul, wasathiyah, dan harakah  itulah yang menjiwai sejarah perkembangan hukum Islam dalam menghadapi perkembangan masyarakat.
Dalam menanggulangi teori, takamul, wasathiyah dan harakah, hukum Islam menempuh jalan-jalan berikut ini:
1)      Sistem istidlal dalam hukum Islam adalah sistem istiqarab yaitu mencari sesuatu kulli dan juz-i dan mencari illat dari pada ma’lul.
2)      Di dalam bidang ibadat, hukum islam menghargai posisi seseorang, apakah dia telah sampai umr, berakal, sehat, sakit, dalam keadaan tidur dan masyaqqah.
3)      Islam senantiasa menghendeki kesempurnaan, keseimbangan dan senantiasa member kesempatan untuk lebih berkembang.
4)      Hukum Islam selalu pula mempertemukan antara syara’ yang manqul dengan hakikat yang ma’qul.
5)      Hukum Islam mempertemukan antara ilmu pengetahuan dengan unsure kejiwaan.
6)      Hukum Islam tidaklah menghendaki materialisme yang terlepas bebas sebagaimana tidak menghendaki idealism yang tidak berujud dalam kenyataan.
7)      Hukum Islam tidak membenarkan marxisme dan tidak membenarkan kapitalisma; karena komunisme mengorbankan kemerdekaan demi keadilan sedang kapitalisme mengorbankan keadilan sosial demi kepentingan individu.
8)      Hukum Islam tidak mengadakan pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat.
9)      Hukum Islam mempunyai akar yang tetap dan teguh tidak bergoncang, namun cabang dan ranting yang mempunyai tempat berpijak yang teguh, berkaembang dan bergerak.
10)  Hukum Islam tidak menceraikan antara agama dengan kehidupan.
11)  Hukum Islam tidak meletakkan individu dibawah tekanan masyarakat, tidak menjadikan individu budak masyarakat. Hukum Islam memberikan kepada individu harga diri, kebebasan berfikir dan bergerak.
12)  Hukum Islam senantiasa memperpautkan manusia dengan Allah khaliqnya dan mempertautkan manusia sesame manusia serta mengeratkan kedua perpautan itu.
13)  Hukum Islam mengadakan perikatan antara politik dengan akhlak.
14)  Hukum Islam memberikan kepada manusia harapan memperoleh sukses dalam kehidupan alam dunia dan alam akhirat. Unsur pembalasan adalah dasar pokok dalam kanun iltizam dan tanggung jawab moral.
15)  Hukum Islam mempertemukan antara dua arah yang bertentangan , yaitu kutub materialisme dengan kutub idealism.
16)  Keistimewaan pola pemikiran Islam nampak dalam berwujudnya tawazun ( perimbangan) antara akal dengan ruh. Berujud harmoni antara ruh dengan maddah dan berujudnya dinamika dalam perkembangan.
17)  Hukum Islam atau pola pemikiran Islam dapat membentuk dirinya sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, karena pola pemikiran Islam bukan bersendi akal semata, tidak pula bersendi teori kejiwaan semata, tetapi dia berdiri atas dasra perimbangan sesuai dengan mafhum fitrah.
18)  Pola pemikiran Islam mengimani teori yang mencakup.

2.2    Karateristik Hukum Islam Menurut Minardi Mursyid
Hukum Islam bersifat  komprehensif dan universal. Ini berarti komprehensif itu meliputi semua aspek dan bidang kehidupan yang secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi tiga sub-sistem yaitu : Aqidah, Syariah dan Akhlak. Aqidah adalah hukum-hukum yang bersangkut paut dengan keimanan dan ketauhidan yang merupakan dasar keislaman seorang muslim. Syariah adalah hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Khalik maupun dengan makhluk. Sedangkan Akhlak menitik beratkan pada pendidikan rohani dan pembersihan hati dari sifat-sifat tercela dan menghiasi dengan sifat-sifat yang terpuji.
Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam memiliki beberapa karakteristik yang pertama, Islam seperti telah dijelaskan merupakan agama yang tidak dibatasi oleh dimensi ruang dan waktu. Islam tidak mengenal sekat-sekat geografis. Islam sebagai penyempurna agama-agama sebelumnya juga berlaku sampai kapan pun, tak peduli di zaman teknologi secanggih apa pun. Islam tetap berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Setelah kita paham akan hal tersebut, maka tidak ada lagi istilah bahwa di zaman modern, ajaran-ajaran Islam sudah tidak relevan lagi.
Dalam arti yang komprehensif ini meliputi beberapa aspek yaitu :
1.      Islam adalah agama yang menyentuh seluruh isi kehidupan manusia
Islam adalah sistem yang menyeluruh, mencakup seluruh sisi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Ia adalah aqidah yang lurus, ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih.
2.      Islam adalah agama sepanjang masa
Islam yang berarti penyerahan diri kepada Allah, dan ber-Tauhid kepada Allah, adalah agama masa lalu, hari ini dan sampai akhir zaman nanti.
3.      Kelengkapan ajaran Islam dalam bidang aqidah
Aqidah Islam adalah aqidah yang lengkap dari sudut manapun. Ia mampu menjelaskan persoalan-persoalan besar kehidupan ini. Ia tidak hanya ditetapkan berdasarkan instink/perasaan atau logika semata, tetapi aqidah Islam diyakini berdasarkan wahyu yang dibenarkan oleh perasaan dan logika.
4.      Kelengkapan ajaran Islam dalam bidang ibadah
Ibadah dalam Islam menjangkau keseluruhan wujud manusia secara penuh. Seorang muslim beribadah kepada Allah dengan lisan , fisik, hati, akal, dan bahkan kekayaannya.


5.      Kelengkapan ajaran Islam dalam bidang akhlaq
Akhlaq Islam memberikan sentuhan kepada seluruh sendi kehidupan manusia dengan optimal.
6.      Kelengkapan ajaran Islam dalam bidang hukum
Syariah Islam tidak hanya mengurus individu tanpa memperhatikan masyarakatnya, atau masyarakat tanpa memperhatikan individunya.

Hukum Islam juga bersifat Universal, yang artinya bahwa hukum Islam tidak hanya mengatur kehidupan umat Islam saja tetapi selruh umat di dunia. Sehingga sifat Universal Hukum Islam sealu nampak dalam penerapannya. Adapun aspek-aspek yang membenarkan bahwa hukum Islam bersifat universal. Muhammad Husain Abdullah dalam Dirasat fil Fikri al Islami menjelaskan, paling tidak ada 8 aspek mendasar yang menjadi  tujuan diterapkan syariat Islam dalam kehidupan manusia, yaitu :
1.      Memelihara keturunan
Islam menjaga kesucian, kebersihan serta kejelasan keturunan. Oleh karenanya Islam mensyariatkan nikah dan mengharamkan perzinahan, serta menetapkan berbagai sanksi hukum bagi pelaku zina, baik dengan jilid maupun rajam.
Memelihara keturunan, ditinjau dari segi tingkat kebutuhannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
a.       Memelihara keturunan dalam peringkat daruriyyat, seperti disyri’atkan nikah dan  dilarang berzina.
b.      Memelihara keturunan dalam peringkat hajiyyat, seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak talaq padanya.
c.       Memelihara keturunan dalam peringkat tahsiniyyat, seprti disyari’atkan khitbah atau walimat dalam perkawinan.
2.      Memelihara akal
Dilakukan oleh Islam dengan mencegah dan melarang secara tegas segala perkara yang merusak akal seperti minuman keras, narkoba, serta menetapkan sanksi hukum terhadap para pelakunya. Disisi lain, Islam mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad serta memberikan penghargaan luar biasa bagi pengembangan ilmu dan eksistensi orang-orang berilmu.
Memelihara akal, dilihat dari segi kepentingannya, dapat diberikan menjadi tiga peringkat:
a.         Memelihara akal dalam peringkat daruriyyat, seperti diharamkan meminum minuman keras.
b.         Memelihara akal dalan peringkat hajiyyat, seperti dianjurkannya menuntut ilmu pengetahuan.
c.         Memelihara akal dalam peringkat tahsiniyyat, seperti menghindarkan diri dari menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaidah.
3.      Memelihara kehormatan
Yakni dengan melarang orang mengolok, mengghibah, menuduh zina, melakukan tindakan mata-mata, serta menetapkan sanksi hukum bagi para pelanggarnya. Selainnya Islam juga memberikan tuntunan tentang tolong menolong, memuliakan tamu, dan sebagainya.
4.      Memelihara jiwa manusia
Dengan syariat Islam jiwa setiap orang terjaga, dari mulai janin hingga dewasa. Setiap warga negara tanpa pandang agama, ras, suku, semuanya akan dipelihara dan dijamin keselamatan jiwanya. Oleh karenanya, Islam mensyariatkan hukum Qishash secara adil atau diat (denda).
Memelihara jiwa, berdasarkan tingkat kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
a.       Memelihara jiwa dalam peringkat daruriyyat, seperti memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan untuk mempertahankan hidup.
b.      Memelihara jiwa dalam peringkat hajiyyat, seperti diperbolehkan berburu binatang untuk menikmati makanan yang lezat dan halal.
c.       Memelihara jiwa dalam perangkat itahsiniyyat,seperti ditetapkannya tata cara makan dan minum.
5.      Memelihara harta
Setiap warga negara akan terlindungi atas harta yang dimilikinya. Yaitu dengan diberlakukannya hukum potong tangan. Demikian pula peraturan pengampunan (hijr), yakni pencabutan hak mengelola harta bagi orang yang bodoh dengan menetapkan wali pengelolaan. Islam juga melarang tindakan berlebihan dalam berbelanja. tentang
Dilihat dari segi kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
a.       Memelihara harta dalam peringkat daruriyyat, seperti syari’at tentang tentang cara pemilihan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah.
b.      Memelhara harta dalam peringkat hajiyyat, seperti syari’at tentang jual beli dengan cara salam.
c.       Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyyat, seperti ketentuan tentang menghindarkan diri dfari pengecohan atau penipuan.
6.      Memelihara agama
Hukum syariat menjamin setia orang untuk melaksanakan ajaran agama warganya. Maka Islam menetapkan larangan murtad dan menghukumnya dengan sanksi yang keras, yaitu hukuman mati jika yang bersangkutan tidak mau bertobat. Sekalipun demikian Islam tidak memaksa orang untuk masuk Islam.
Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingnnya dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
a.       Memelihara agama dalam peringkat daruriyyat, yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu.
b.      Memelihara agama dalam peringkat hajiyyat, yaitu melakasanakan ketentuan agama, dengan maksud menghindari kesulitan, seperti shalat jama’ dan shalat qashar bagi orang yang sedang bepergian.
c.       Memelihara agama dalam peringkat tahsiniyyat, yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelakasanan kewajiban terhadap Tuhan.
7.      Memelihara keamanan
Islam menetapkan hukuman yang berat sekali bagi mereka yang mengganggu keamanan masyarakat, baik dilakukan oleh muslim maupun non muslim. Keamanan dalam Islam merupakan salah satu kebutuhan pokok kolektif warga yang dijamin oleh negara .
8.      Memelihara negara
Yakni dengan menjaga kesatuan dan melarang orang atau kelompok orang melakukan pemberontakan (bughat) dengan mengangkat senjata melawan. Paradigma dasarnya, Islam hendak menyatukan seluruh umat manusia, bukan memecah belah. Salah satu keberatan yang sering dilontarkan pihak yang menolak syariat Islam yang universal adalah kekhawatiran hilangnya hak-hak bagi kaum minoritas non-muslim. Padahal fakta shiroh Nabi menunjukan bahwa penerapan syariat Islam diberlakukan secara adil kepada semua warganya tanpa membedakan agama, ras, suku. Pemeliharaan dan penjagaan terhadap hak setiap warganya pun.
Setiap penetapan hukum Islam juga dimaksudkan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia sebenarnya secara mudah dapat ditangkap dan dipahami oleh setiap insan yang masih orisinal fitrah dan rasionya. Sebab hal itu bukan saja dapat dinalar tetapi juga dapat dirasakan. Fitrah manusia selalu ingin meraih kemaslahatan dan kemaslahatan yang ingin dicari itu terdapat pada setiap penetapan hukum Islam. Itulah sebabnya Islam disebut oleh al-Qur’an sebagai agama fitrah, yakni agama yang ajarannya sejalan dengan fitrah manusia dan kebenarannya pun dapat dideteksi oleh fitrah manusia.[1]

3.3  Karateristik Hukum Islam Menurut Beberapa Tokoh
Salah satu problem mendasar dalam teori hukum Islam yang senantiasa marak dan mengandung kontroversi adalah apakah hukum Islam itu bersifat abadi (eternal), atau apakah ia bisa beradaptasi sampai pada tahap bahwa perubahan dan modernisme bisa dicari di bawah perlindungannya. Berbagai tesis diajukan untuk menjawab problematika ini yang secara umum tersimpul dalam dua teori, yaitu (1) Teori eternalitas dan (2) Teori adaptasiblitas atau elastisistas hukum Islam.
Teori eternalitas yang menjadi pegangan sejumlah tokoh seperti C.S. Hurgronje, Joseph Schact dan oleh kebanyakan Yuris Muslim Hadits oriented (tradisionalis), mempertahankan pendapat bahwa dalam konsepnya dan menurut sifat perkembangannya serta metodologinya hukum Islam adalah abadi, statis, final dan mutlak yang karenanya tidak bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Argumen-argumen yang dikemukakan oleh para pendukung teori ini dapat diringkas dalam tiga pernyataan umum berikut :
1.      Hukum Islam adalah abadi karena konsep hukum yang bersifat otoriter, ilahiyah, absolut dan tidak memperbolehkan perubahan dalam dalam konsep-konsep atau intitusi-intitusi hukum. Sebagai konsekuensi logis dari konsep ini, maka sanksi yang diberikannya bersifat ilahiyah, karenanya tidak bisa berubah.
2.      Hukum Islam adalah abadi karena sifat asal dan perkembangan dalam periode pembentukannya, menjauhkan dari institusi hukum dan perubahan sosial.
3.      Hukum Islam adalah abadi karena ia tidak mengembangkan metodologi perubahan hukum yang memadai.
Sementara teori elastisistas hukum Islam yang dipegangi oleh sejumlah ahli dalam bidang Islam seperti, Linant de Ballefonds dan mayoritas reformis serta yuris muslim, menyatakan bahwa prinsip-prinsip hukum Islam sebagai pertimbangan maslahah.
Fleksibelitas hukum Islam dalam praktik, penekanannya pada aspek Ijtihad (independent legal reasoning), menunjukkan bahwa hukum Islam bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Hukum Islam merupakan bagian integral dari syari‟ah, bersifat dinamis dan relevan untuk setiap zaman dan tempat.
Ada indikator yang dapat digunakan sebagai bukti keluasan dan keluwesan hukum Islam, diantaranya :
1.      Nash-nash hukum dalam al-Qur‟an tidak mematok segenap hukum yang dihadapi oleh manusia secara kaku. Walaupun al-Qur‟an telah menjelaskan beberapa persoalan secara rinci seperti : zakat, shalat,puasa dan haji. Namun dalam banyak hal al-Qur‟an hanya menetapkan hukum secara global, sehingga manusia dituntut untuk melakukan interpretasi secara lebih rinci.
2.      Konsekuensi logis yang timbul kemudian adalah nash-nash hukum yang terkandung dalam al-Qur‟an tidak hanya dapat dipahami secara tekstual, tetapi juga secara kontekstual. Menurut para ulama ushul fiqh hampir semua ayat al-Qur‟an bermakna ganda yang selanjutnya disebut dengan dalalah mantuq dan dalalah mafhum. Karena karakteristik hukum itu demikian, maka dalam satu ayat hukum dapat ditarik beberapa ketetapan hukum. Misalnya firman Allah dalam surat al-Baqarah : 233:
...وَعَلَى اْلمَوْلُوْدِ لَهُ رِزْقُهٌنَّ وَكِسْوَتُهٌنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ...
 Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang maruf.
Ayat di atas memberikan penjelasan secara eksplisit bahwa beban memberi nafkah keluarga (istri) merupakan kewajiban suami (ayah), juga dapat dipahami secara implisit kewajiban ayah memberikan makanan dan pakaian kepada anak.
3.      Nash-nash hukum dalam al-Qur‟an menetapkan hukum-hukum berdasarkan „illat (sebab) dan kemaslahatan, dengan demikian „illat dan kemalahatan dapat dijadikan ukuran (dasar) anologi hukum suatu masalah yang tidak disinggung secara jelas dalam al-Qur‟an. Dengan kata lain, hukum Islam sebagai produk hukum harus mampu menjawab permasalahan yang ada seusai dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Setiap persoalan baru yang muncul pasti tidak akan terlepas dari pandangan hukum terhadapnya. Dimensi ini tidak dapat terlihat dari munculnya dalam sejarah, berbagai madzhab hukum memiliki corak dan karakteristik yang berbeda-beda seusai dengan latar belakang sosio-kultural dan politik dimana mazhab itu tumbuh dan berkembang.
Perkembangan ini paling tidak didukung oleh empat faktor utama yaitu pertama, dorongan keagamaan. Karena Islam merupakan sumber norma dan nilai-nilai normatif yang mengatur seluruh aspek kehidupan ummat Islam, maka kebutuhan untuk membumikan norma dan nilai tersebut selalu muncul ke permukaan. Dengan demikian, hukum Islam itu harus dapat memberikan pemecahan terhadap problema-problema baru yang dihadapi masyarakat Kedua, meluasnya millati Islam dan Orang Islam. Ketiga, independenssi para Yuris hukum Islam dari kekuasaan politik. Kemandirian ini menyebabkan mereka mampu mengembangkan pemikiran hukumnya tanpa mendapat rintangan, selaras dengan pemahaman masing-masing. Keempat, fleksibelitas hukum Islam itu sendiri yang mempunyai kemampuan untuk berkembang mengatasi ruang dan waktu.
Berkaitan dengan hal itu, Muhammad Ali al-Sayih sebagaimana dikutip oleh Abdul Manan mengemukakan bahwa karaketristik hukum Islam yang paling menonjol ada dua, yaitu tidak menyusahkan dan selalu menghindari kesusahan dalam pelaksanaannya, menjaga kemaslahatan manusia dan selalu melaksanakan keadilan dalam penerapannya. Sedangkan Abdul Basir bin Muhammad mengatakan bahwa para pakar hukum Islam berbeda-beda dalam menyebutkan macam karakteristik Hukum Islam, tetapi maksudnya sama dan tidak keluar dari prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur‟an surat al-A‟raf : 157 yang intinya yaitu tidak susah, sedikit beban, berangsur-angsur, ada kelonggaran dan sesuai dengan kemaslahatan umum.
















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Karakteristik hukum islam menurut Habsy Ash-Shiddiqie yaitu, takamul (utuh), wasatiyah (harmonis) dan harakah (dinamis). Sedang menurut Minardi Mursyid hukum Islam bersifat  komprehensif dan universal. Komprehensif itu meliputi semua aspek dan bidang kehidupan yang secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi tiga sub-sistem yaitu : Aqidah, Syariah dan Akhlak.
Ada 2 teori tentang karakteristik hukum islam, yaitu (1) Teori eternalitas dan (2) Teori adaptasiblitas atau elastisistas hukum Islam. Teori eternalitas menyatakan bahwa dalam konsepnya dan menurut sifat perkembangannya serta metodologinya hukum Islam adalah abadi, statis, final dan mutlak yang karenanya tidak bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Sedangkan teori elastisistas hukum Islam yang dipegangi oleh sejumlah ahli dalam bidang Islam seperti, Linant de Ballefonds dan mayoritas reformis serta yuris muslim, menyatakan bahwa prinsip-prinsip hukum Islam sebagai pertimbangan maslahah. hukum Islam bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Hukum Islam merupakan bagian integral dari syari‟ah, bersifat dinamis dan relevan untuk setiap zaman dan tempat.
Muhammad Ali al-Sayih sebagaimana dikutip oleh Abdul Manan mengemukakan bahwa karaketristik hukum Islam yang paling menonjol ada dua, yaitu tidak menyusahkan dan selalu menghindari kesusahan dalam pelaksanaannya, menjaga kemaslahatan manusia dan selalu melaksanakan keadilan dalam penerapannya. Sedangkan Abdul Basir bin Muhammad mengatakan bahwa para pakar hukum Islam berbeda-beda dalam menyebutkan macam karakteristik Hukum Islam, tetapi maksudnya sama dan tidak keluar dari prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur‟an surat al-A‟raf : 157 yang intinya yaitu tidak susah, sedikit beban, berangsur-angsur, ada kelonggaran dan sesuai dengan kemaslahatan umum.




Daftar Pustaka
Djamil, Faturrahman. 1997. Falsafat Hukum Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu.
Idhamy, Dahlan. 1987. Karakteristik Hukum Islam. Jakarta : Media Sarana Press.
Minardi Mursyid. 1993. Al quran sebagi Rahmatan lil Alamin.: Surakarta:Yayasan Tauhid Indonesia.
Hukum Islam dalam Perubahan Sosial (Suatu Kajian terhadap Elastisitas Hukum Islam), Oleh: Imdad, S.H.I,
Diakses 28 September 2011 pada pukul 18.30






[1] Minardi Mursyid. 1993. Al quran sebagi Rahmatan lil Alamin.Yayasan Tauhid Indonesia: Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar